Monday 30 January 2012

Osteoporosis

1.      Definisi
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur oleh karena fragilitas tulang meningkat.

2.      Epidemiologi
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.
Penelitian Roeshadi di Jawa Timur, mendapatkan bahwa puncak massa tulang dicapai pada usia 30-34 tahun dan rata-rata kehilangan massa tulang pasca menopause adalah 1,4% per tahun. Penelitian yang dilakukan di klinik Reumatologi RSCM mendapatkan faktor resiko osteoporosis yang meliputi usia, lamanya menopause dan kadar estrogen yang rendah, sedangkan faktor proteksinya adalah kadar estrogen yang tinggi, riwayat barat badan lebih atau obesitas dan latihan yang teratur.

3.      Etiologi
Ada 2 penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause. Massa tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per tahun.
Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas. Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan 1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
Selain gangguan pada proses remodelling tulang faktor lainnya adalah pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat. Walaupun terdapat variasi asupan kalsium yang besar, tubuh tetap memelihara konsentrasi kalsium serum pada kadar yang tetap. Pengaturan homeostasis kalsium serum dikontrol oleh organ tulang, ginjal dan usus melalui pengaturan paratiroid hormon (PTH), hormon kalsitonin, kalsitriol (1,25(OH)2 vitamin D) dan penurunan fosfat serum. Faktor lain yang berperan adalah hormon tiroid, glukokortikoid dan insulin, vitamin C dan inhibitor mineralisasi tulang (pirofosfat dan pH darah). Pertukaran kalsium sebesar 1.000 mg/harinya antara tulang dan cairan ekstraseluler dapat bersifat kinetik melalui fase formasi dan resorpsi tulang yang lambat. Absorpsi kalsium dari gastrointestinal yang efisien tergantung pada asupan kalsium harian, status vitamin D dan umur. Didalam darah absorpsi tergantung kadar protein tubuh, yaitu albumin, karena 50% kalsium yang diserap oleh tubuh terikat oleh albumin, 40% dalam bentuk kompleks sitrat dan 10% terikat fosfat.

4.      Faktor Resiko Osteoporosis
a.       Usia
Tiap peningkatan 1 dekade, resiko meningkat 1,4-1,8
b.      Genetik
1)      Etnis (kaukasia dan oriental > kulit hitam dan polinesia)
2)      Seks (wanita > pria)
3)      Riwayat keluarga
c.       Lingkungan, dan lainnya
1)      Defisiensi kalsium
2)      Aktivitas fisik kurang
3)      Obat-obatan (kortikosteroid, anti konvulsan, heparin, siklosporin)
4)      Merokok, alkohol
5)      Resiko terjatuh yang meningkat (gangguan keseimbangan, licin, gangguan penglihatan)
6)      Hormonal dan penyakit kronik
a)         Defisiensi estrogen, androgen
b)        Tirotoksikosis, hiperparatiroidisme primer, hiperkortisolisme
c)         Penyakit kronik (sirosis hepatis, gangguan ginjal, gastrektomi)
d.      Sifat fisik tulang
1)      Densitas (massa)
2)      Ukuran dan geometri
3)      Mikroarsitektur
4)      Komposisi
Selain itu ada juga faktor resiko faktur panggul yaitu,:
a.       Penurunan respons protektif
Kelainan neuromuskular
Gangguan penglihatan
Gangguan keseimbangan
b.      Peningkatan fragilitas tulang
Densitas massa tulang rendah
Hiperparatiroidisme
c.       Gangguan penyediaan energi
Malabsorpsi

5.       Klasifikasi Osteoporosis
Dalam terapi hal yang perlu diperhatikan adalah mengenali klasifikasi osteoporosis dari penderita. Osteoporosis dibagi 2 , yaitu :
a.       Osteoporosis primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia dekade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena daripada pria dengan perbandingan 6-8: 1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
b.      Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain di luar tulang.
c.       Osteoporosis idiopatik
Osteoporosis idiopatik terjadi pada laki-laki yang lebih muda dan pemuda pra menopause dengan faktor etiologik yang tidak diketahui.

6.      Patogenesis
Pembentukan ulang tulang adalah suatu proses yang terus menerus. Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang. Pembentukan tulang lebih banyak terjadi pada korteks
Proses Remodelling Tulang dan Homeostasis Kalsium
Kerangka tubuh manusia merupakan struktur tulang yang terdiri dari substansi organik (30%) dan substansi mineral yang paling banyak terdiri dari kristal hidroksiapatit (95%) serta sejumlah mineral lainnya (5%) seperti Mg, Na, K, F, Cl, Sr dan Pb. Substansi organik terdiri dari sel tulang (2%) seperti osteoblas, osteosit dan osteoklas dan matriks tulang (98%) terdiri dari kolagen tipe I (95%) dan protein nonkolagen (5%) seperti osteokalsin, osteonektin, proteoglikan tulang, protein morfogenik tulang, proteolipid tulang dan fosfoprotein tulang.
Tanpa matriks tulang yang berfungsi sebagai perancah, proses mineralisasi tulang tidak mungkin dapat berlangsung. Matriks tulang merupakan makromolekul yang sangat bersifat anionik dan berperan penting dalam proses kalsifikasi dan fiksasi kristal hidroksi apatit pada serabut kolagen. Matriks tulang tersusun sepanjang garis dan beban mekanik sesuai dengan hukum Wolf, yaitu setiap perubahan fungsi tulang akan diikuti oleh perubahan tertentu yang menetap pada arsitektur internal dan penyesuaian eksternal sesuai dengan hukum matematika. Dengan kata lain, hukum Wolf dapat diartikan sebagai “bentuk akan selalu mengikuti fungsi”.
Patogenesis Osteoporosis primer
Setelah menopause maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada dekade awal setelah menopause, sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat. Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas osteoklas meningkat.
Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks. Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi, sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.
Patogenesis Osteoporosis Sekunder
Selama hidupnya seorang wanita akan kehilangan tulang spinalnya sebesar 42% dan kehilangan tulang femurnya sebesar 58%. Pada dekade ke-8 dan 9 kehidupannya, terjadi ketidakseimbangan remodeling tulang, dimana resorpsi tulang meningkat, sedangkan formasi tulang tidak berubah atau menurun. Hal ini akan menyebabkan kehilangan massa tulang, perubahan mikroarsitektur tulang dan peningkatan resiko fraktur.
Defisiensi kalsium dan vitamin D juga sering didapatkan pada orang tua. Hal ini disebabkan oleh asupan kalsium dan vitamin D yang kurang, anoreksia, malabsorpsi dan paparan sinar matahari yang rendah. Defisiensi vitamin K juga akan menyebabkan osteoporosis karena akan meningkatkan karboksilasi protein tulang misalnya osteokalsin. Penurunan kadar estradiol dibawah 40 pMol/L pada laki-laki akan menyebabkan osteoporosis, karena laki-laki tidak pernah mengalami menopause (penurunan kadar estrogen yang mendadak), maka kehilangan massa tulang yang besar seperti pada wanita tidak pernah terjadi. Dengan bertambahnya usia, kadar testosteron pada laki-laki akan menurun sedangkan kadar Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) akan meningkat. Peningkatan SHBG akan meningkatkan pengikatan estrogen dan testosteron membentuk kompleks yang inaktif.
Faktor lain yang juga ikut berperan terhadap kehilangan massa tulang pada orang tua adalah faktor genetik dan lingkungan (merokok, alkohol, obat-obatan, imobilisasi lama). Resiko fraktur yang juga harus diperhatikan adalah resiko terjatuh yang lebih tinggi pada orang tua dibandingkan orang yang lebih muda. Hal ini berhubungan dengan penurunan kekuatan otot, gangguan keseimbangan dan stabilitas postural, gangguan penglihatan, lantai yang licin atau tidak rata, dll.
7.      Gambaran Klinis
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai oleh distensi perut dan ileus
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
a.       Patah tulang akibat trauma yang ringan.
b.      Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
c.       Gangguan otot (kaku dan lemah)
d.      Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
8.      Diagnosis
Diagnosis osteoporosis umumnya secara klinis sulit dinilai, karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat osteoporosis terjadi walau osteoporosis lanjut. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat defisiensi estrogen. Masalah rasa nyeri jaringan lunak (wallaca tahun1981) yang menyatakan rasa nyeri timbul setelah bekerja, memakai baju, pekerjaan rumah tangga, taman dll. Jadi secara anamnesa mendiagnosis osteoporosis hanya dari tanda sekunder yang menunjang terjadinya osteoporosis seperti :
a.       Tinggi badan yang makin menurun.
b.      Obat-obatan yang diminum.
c.       Penyakit-penyakit yang diderita selama masa reproduksi, klimakterium.
d.      Jumlah kehamilan dan menyusui.
e.       Bagaimana keadaan haid selama masa reproduksi.
f.       Apakah sering beraktivitas di luar rumah , sering mendapat paparan matahari cukup.
g.      Apakah sering minum susu? Asupan kalsium lainnya.
h.      Apakah sering merokok, minum alkohol?

Pemeriksaan Fisik
Tinggi badan dan berat badan harus diukur pada setiap penderita osteoporosis. Demikian juga gaya berjalan penderita osteoporosis, deformitas tulang, nyeri spinal. Penderita dengan osteoporosis sering menunjukkan kifosis dorsal atau gibbus dan penurunan tinggi badan.

Pemeriksaan Radiologis
Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen. Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.

Pemeriksaan Densitas Massa tulang (Densitometri)
Densitas massa tulang berhubungan dengan kekuatan tulang dan resiko fraktur . untuk menilai hasil pemeriksaan Densitometri tulang, digunakan kriteria kelompok kerja WHO, yaitu:
a.       Normal bila densitas massa tulang di atas -1 SD rata-rata nilai densitas massa tulang orang dewasa muda (T-score)
b.      Osteopenia bila densitas massa tulang diantara -1 SD dan -2,5 SD dari T-score.
c.       Osteoporosis bila densitas massa tulang -2,5 SD T-score atau kurang.
d.      Osteoporosis berat yaitu osteoporosis yang disertai adanya fraktur.
9.       Penatalaksanaan
Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu memperhatikan faktor makanan, latihan fisik (senam pencegahan osteoporosis), pola hidup yang aktif dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika, sedatif, kortikosteroid.
Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti kalsium serta senam beban.
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila terjadi fraktur panggul.



Saturday 21 January 2012

Imunisasi Tetanus

Tetanus adalah salah satu penyakit yang hanya bisa dicegah dengan pemberian vaksin lewat imunisasi pada perempuan usia subur. Jika pemberian vaksin dilakukan saat luka tetanus sudah muncul maka akan sia-sia. Penyakit lain yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah TBC, Diptheri, Pertusis, Polio, Campak, dan Hepatitis B.
Angka kematian bayi di Indonesia masih cukup tinggi. Karena itu diperlukan upaya serius untuk mengatasinya. Pemberian imunisasi Tetanus Toxoid (TT) untuk perempuan usia subur adalah bentuk dari upaya meminimalkan angka kematian bayi yang disebabkan oleh tetanus. Upaya Indonesia ini juga didorong komitmen Indonesia dalam skala global untuk mencapai target eradikasi Polio, reduksi Campak dan eliminasi tetanus neonatorum.
Sejak tahun 1989, WHO memang mentargetkan eliminasi tetanus neonatorum. Sebanyak 104 dari 161 negara berkembang telah mencapai keberhasilan tersebut. Tetapi, karena tetanus neonatorum masih merupakan persoalan signifikan di 57 negara berkembang lain, maka UNICEF, WHO dan UNFPA pada Desember 1999 setuju mengulur eliminasi hingga tahun 2005. Target eliminasi tetanus neonatorum adalah satu kasus per 1000 kelahiran di masing-masing wilayah dari setiap negara.
Selain tetanus neonatorum, maternal tetanus sekarang juga ditambahkan sebagai tujuan eliminasi. Hal ini untuk menegaskan bahwa tetanus bukan hanya mengancam nyawa bayi tetapi juga ibu. Karena eliminasi maternal tetanus tidak didefinisikan maka keberhasilan eliminasi tetanus neonatorum digunakan sebagai gambaran untuk eliminasi tetanus maternal.
Menurut WHO, perlu waktu lebih panjang dan strategi khusus bagi sejumlah negara yang belum bisa mengatasi masalah tetanus neonatorum. Terbatasnya layanan imunisasi dan kurangnya tenaga terlatih yang membantu proses persalinan menjadi penyebab tingginya kasus tetanus neonatorum. Untuk mengatasi hal ini, UNICEF, WHO dan UNFPA merekomendasikan wilayah berisiko tinggi di mana perempuan sulit dijangkau oleh layanan imunisasi, perlu dilakukan aktivitas imunisasi tambahan untuk memvaksin setidaknya 90 persen perempuan usia subur sebanyak tiga kali dosis vaksin TT.
Imunisasi Tetanus Toksoid adalah proses untuk membangun kekebalan sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi tetanus. Vaksin Tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Ibu hamil adalah ibu yang mengandung mulai trimester I s/d trismester III.
Manfaat imunisasi TT ibu hamil :
a. Melindungi bayinya yang baru lahir dari tetanus neonatorum. Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh clostridium tetani, yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun) dan menyerang sistim saraf pusat.
b. Melindungi ibu terhadap kemungkinan tetanus apabila terluka.
Kedua manfaat tersebut adalah cara untuk mencapai salah satu tujuan dari program imunisasi secara nasional yaitu eliminasi tetanus maternal dan tetanus neonatorum.
Imunisasi TT pada ibu hamil harus terlebih dulu di tentukan status kekebalan / imunisasinya. Ibu hamil yang belum pernah mendapatkan imunisasi maka statusnya T0, jika telah mendapatkan 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu atau pada masa balitanya telah memperoleh imunisasi DPT sampai 3 kali maka statusnya adalah T2, bila telah mendapat dosis TT yang ketiga (interval minimal 6 bulan dari dosis ke-2) maka statusnnya T3, status T4 didapat bila telah mendapatkan 4 dosis (interval min 1 tahun dari dosis ke-3) dan status T5 didapatkan bila 5 dosis telah didapat (interval min 1 tahun dari dosis ke 4).
Selama hamil bila ibu hamil statusnya T0 maka hendaknya mendapatkan minimal 2 dosis (TT1 dan TT2 dengan interval 4 minggu dan bila memungkinkan untuk mendapatkan TT3 sesudah 6 bulan berikutnya). Ibu hamil dengan status T1 diharapkan mendapatkan suntikan TT2 dan bila memungkinkan juga diberikan TT3 dengan interval 6 bulan (bukan 4 minggu/1 bulan). Bagi bumil dengan status T2 maka bisa diberikan satu kali suntikan bila interval suntikan sebelumnya lebih dari 6 bulan. bila statusnya T3 maka suntikan selama hamil cukup sekali dengan jarak minimal 1 tahun dari suntikan sebelumnya. Ibu hamil dengan status T4 pun dapat diberikan sekali suntikan (TT5) bila suntikan terakhir telah lebih dari setahun dan bagi ibu hamil dengan status T5 tidak perlu disuntik TT lagi karena telah mendapatkan kekebalan seumur hidup (25 tahun).
Efek samping imunisasi TT  biasanya hanya gejala-gejala ringan saja seperti nyeri, kemerahan dan pembengkakan pada tempat suntikan. TT adalah antigen yang sangat aman dan juga aman untuk wanita hamil. Tidak ada bahaya bagi janin apabila ibu hamil mendapatkan imunisasi TT.
Efek samping tersebut berlangsung 1-2 hari, ini akan sembuh sendiri dan tidak perlukan tindakan/pengobatan.
Tempat pelayanan untuk mendapatkan imunisasi TT :
- Puskesmas
- Puskesmas pembantu
- Rumah sakit
- Rumah bersalin
- Polindes
- Posyandu
- Rumah sakit swasta
- Dokter praktik, dan
- Bidan praktik (Depkes RI, 2004).


SIMPULAN
Jadi meskipun tidak hamil maka bila wanita usia subur belum mencapai status T5 diharapkan mendapatkan dosis TT hinggga tercapai status T5 dengan interval yang ditentukan. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya tetanus pada bayi yang akan dilahirkan dan keuntungan bagi wanita untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap tetanus.





Daftar Pustaka:
BKKBN., 2005. Kartu Informasi KHIBA (Kelangsungan Hidup Ibu Bayi, dan Anak Balita).
Chin, James., Kandun, I Nyoman., 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Available at www.ppmplp.depkes.go.id
Depkes RI., 2005. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1059/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi
Ditjen PPM-PL Depkes RI., 2000. Modul Latihan Petugas Imunisasi edisi ketujuh.
Idanati, Rukna., 2005. TT Pregnancy. Available at http://adln.lib.unair.ac.id
Saifuddin, Abdul Bari., Andriaansz, Geoege., Wiknjosastro, Gulardi Hanifa., Waspodo, Djoko., 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. JNPKKR-POGI dan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

Tuesday 17 January 2012

Perawatan payudara dan persiapa laktasi

Pengertian Perawatan Payudara
Perawatan payudara adalah suatu  kegiatan yang dilakukan secara sadar dan teratur untuk memeliharan kesehatan  payudara waktu hamil dengan tujuan untuk mempersiapkan laktasi pada waktu post partum.
Sebagian besar wanita dalam masyarakat dunia ketika menyusui bayinya tanpa mempersiapkan payudaranya terlebih dahulu. Dalam masyarakat modern, payudara wanita terlindungi dibalik pakaian. Hal ini menimbulkan dua masalah : pertama, puting terlindungi dari cahaya matahari dan air sehingga menjadi lunak. Dan yang kedua, payudara mempunyai konotasi seks sehingga pekerjaan merawat serta membuka payudara dapat menimbulkan perasaan malu dan bahkan keenganan meneteki pada wanita yang tidak yakin akan perasaan seksualnya sendiri.
Penyuluhan serta nasehat yang diberikan dalam masa antenatal tentang perawatan payudara harus sederhana dan mendorong wanita yang hamil untuk memberikan ASI kepada bayinya.







Pembesaran, peningkatan sensitivitas, padat dan dada terasa padat merupakan tanda awal dari  kehamilan, sebagai respon dari terhadap peningkatan estrogen dan progesteron.  Tanda diatas merupakan tanda presumtif dari kehamilan.  Tarjadinya  perubahan sensitivitas berkisar dari rasa tegang hingga nyeri.  Puting dan areola menjadi hiperpigmentasi  dan puting  menjadi lebih tegang dan menonjol. Pembesaran dari kelenjar sebaseus  terbanyak di daerah areola yang disebut dengan Montgomery’s tubercles. Yang melingkar  disekitar areola.  Kelenjar ini mempertahankan puting tetap basah sebagai lubrikasi selama minum ASI.  Kelembutan dari nipple akan terancam jika puting susu dibersihkan dengan sabun.
Selama kehamilan trimester kedua hingga ketiga  perkembangan kelenjar mama akan progresiif yang menyebabkan payudara membesar  lebih cepat. Kadar hormon  luteal dan  plasenta  akan  terjadinya proliferasi dari kelenjar ductus lactiferus dan jaringan lobus alveoral. Sehingga pada palpasi payudara secara umum ditemukan nodul yang agak keras. Pengembangan jaringan connective  menyebabkan terjadinya jaringan menjadi lembut dan  longgar.  Meskipun  perkembangan mamae sudah sempurna pada pertengahan masa kehamilan, namun laktasi  tetap terhambat hingga penurunan kadar estrogen pada saat menjelang kelahiran. Pada saat itu akan dijumpai  kondisi mamae yang kulitnya tipis, tranparan, dan mengeluarkan materi yang agak kental ( pre kolestrum ). Prekolstrum ini sudah bisa  ditemukan dalam sel asini  pada bulan ketiga dari kehamilan.Colestrum merupakan cairan yang berwarna putih kekuningan dan oranye yang merupakan bentuk mula dari ASI.
Faktor nutrisi bisa dipenuhi dengan tambahan asupan payudara memang secara natural akan mengeluarkan ASI begitu ibu melahirkan.Perawatan payudara setelah melahirkan bertujuan agar payudara senantiasa bersih dan mudah untuk dihisap oleh bayi. Banyak ibu yang mengeluhkan bayinya tak mau menyusu, bisa jadi ini disebabkan faktor teknis seperti puting susu yang masuk atau posisi yang salah. Tentunya, selain faktor teknis ini, air susu ibu juga dipengaruhi asupan nutrisi dan kondisi psikologis ibu. Kalori 500 kkal perharinya, khususnya nutrisi kaya protein (ikan, telur hati), kalsium (susu), dan vitamin (sayur, buah). Juga, banyak minum air putih. Faktor psikologis pun penting dengan menciptakan suasana santai dan nyaman, tidak terburu-buru dan tidak stres saat menetekkan bayi
Bentuk puting

Payudara dan puting harus diperiksa pada kunjungan pertama. Jika putingnya cekung atau masuk kedalam, pasien harus mengunakan nipple shield yang harus dipakainya sejak usia kehamilan 12 minggu. Salah satu bentuk nipple





 shield adalah Woolwich shield, persai puting ini bertujuan untuk memperpanjang puting susu dengan menekan aerola sehingga puting itu tegak sendiri. Pada beberapa kasus inversio puting yang berat, ekstensi puting mungkin baru terjadi setelah beberapa bulan ; kedati demikian , nipple shield sebaiknya digunakan untuk mempertahankan ekstensi puting.
Pada wanita yang puting susunya rata tidak diperlukan persiapan khusus. Untuk menentramkan hatinya, dapat dijelaskan bahwa perbaikan bentuk puting biasanya terjadi setelah melahirkan karena puting lebih menjulur keluar . Sebagian ibu mungkin memerlukan bantuan tambahan agar bayi berada dalam posisi yang benar terhadap payudara ibu, khususnya dalam periode pengembungan payudara akibat bendungan vena yang terjadi sebentar pada saat sekitar hari ketiga setelah melahirkan.


Manfaat Perawatan Payudara Selama Hamil
  1. Menjaga kebersihan payudara terutama kebersihan puting susu.
  2. Melenturkan dan menguatkan puting susu sehingga memudahkan bayi untuk
    menyusu.
  3.  Merangsang kelenjar-kelenjar air susu sehingga produksi ASI banyak
    dan lancar.
  4.  Dapat mendeteksi kelainan-kelainan payudara secara dini dan
    melakukan upaya
    untuk mengatasinya.
  5. Mempersiapkan mental (psikis) ibu untuk menyusui.

Akibat jika tidak dilakukan perawatan payudara
Berbagai dampak negatif dapat timbul jika tidak dilakukan perawatan payudara sedini mungkin. Dampak tersebut meliputi :
1.      Puting susu mendelep
2.      Anak susah menyusui
3.      ASI lama keluar  baru keluar setelah hari kedua atau lebih.
4.      Produksi ASI  terbatas
5.      Pembengkakan pada payudara
6.      Payudara meradang
7.      Payudara kotor


8.      Ibu belum siap menyusui
9.       Kulit payudara terutama puting akan mudah lecet.
10.  Muncul benjolan di payudara.
Persiapan untuk perawatan payudara selama hamil.
    1. .Persipan Alat :
    2. Minyak kelapa .
   3.  Kapas
   4. Handuk.
   5. Waslap.
  1. Air dalam kom .

Cara perawatan payudara:
1.      Cuci tangan terlebih dahulu lalu kompres puting susu dengan kapas minyak 2 menit untuk  melemaskan sekaligus mengangkat kotoran pada puting susu
2.      Bersihkan  saluran air susu pada puting susu dengan kapas lembab.
3.      Tarik puting kedua puting susu bersama-sama,dan putar kedalam kemudian keluar sebanyak 20 kali .
4.      Untuk puting susu datar atau masuk kedalam dengan jari telunjuk dan ibu jari mengurut daerah sekitar puting susu kearah berlawanan merata.
5.      Basahi kedua telapak tangan dengan minyak , tarik kedua putting susu bersama-sama dan putar kedalam kemudian keluar sebanyak 20 kali.
6.      Puting susu dirangsang dengan ujung waslap handuk kering yang digerakkan keatas dan kebawah.

Perawatan Payudara Setelah Melahirkan

Rawat payudara sendiri

 

 

Perawatan payudara juga dapat membantu memperlancar pengeluaran ASI, dilakukan sedini mungkin setelah melahirkan selama 1-2 hari.
  • Siapkan alat dan bahan berikut :
  • Minyak kelapa bersih /baby oil.
  • Gelas
  • Air hangat dan dingin dalam baskom kecil.
  • Handuk mandi bersih 2 buah.
  • Kapas
  • Washlap/handuk kecil untuk kompres
  • Kompres puting susu dengan kapas yang dibasahi minyak / baby oil beberapa menit.
Lakukan pengurutan payudara, sebagai berikut :
a. Pengurutan pertama
    • Licinkan kedua tangan dengan minyak.
    • Tempatkan kedua tangan di antara payudara.
    • Pengurutan dilakukan dimulai kearah atas, lalu telapak tangan kiri kearah sisi kiri dan telapak kanan kearah sisi kanan
    • Lakukan terus pengurutan kebawah dan kesamping
    • Ulangi masing-masing 20 –30 gerakan untuk tiap tiap payudara






b. Pengurutan Kedua.
    • Sokong payudara kiri dengan tangan kiri, kemudian dengan pinggir kelingking tangan kanan urut payudara dari pangkal hingga puting susu.
    • Lakukan untuk payudara sebelah kanan.
    • Ulangi masing-masing 20-30 gerakan untuk tiap payudara


c. Pengurutan ketiga.
    • Sokong payudara kiri dengan satu tangan kiri sedang tangan kanan mengepal dan mengurut dengan buku-buku jari pangkal kearah putting susu
    • Lakukan untuk payudara sebelah kanan
    • Ulangi masing-masing 20-30 gerakan untuk tiap payudara

d. Pengurutan keempat
    • Pegang pangkal payudara dengan kedua tangan lalu urut dari pangkal payudara kearah puting susu sebanyak 1 kali

e. Pengurutan kelima
    • Pijat puting susu hingga keluar cairan ASI dan tampung dengan tempat yang bersih/gelas
    • Pengompresan
    • Kompres kedua payudara dengan handuk kecil hangat selama 2 menit, lalu ganti dengan kompres air dingin 2 menit dan yang terakhir kompres lagi dengan air hangat 2 menit.

Beberapa tips perawatan payudara selama kehamilan:

  • Bila BH anda sudah mulai terasa sempit, sebaiknya mengantinya dengan bh yang pas dan sesuai dengan ukuran anda untuk memberikan kenyamanan dan juga support yang baik untuk payudara anda.

  • Bila anda berencana untuk menyusui anda dapat memulai menggunakan bh untuk menyusui pada akhir kehamilan anda.  Pilihlah bh yang ukurannya sesuai dengan payudara anda, memakai bh yang mempunyai ukuran yang tidak sesuai dengan ukuran ayudara dapat menyebabkan infeksi seperti mastitis ( suatu infeksi pada kelenjar susu di payudara).

  • Persiapkan putting susu anda.  Dengan lembut putar putting antara telunjuk dan ibu jari anda sekitar 10 detik sewaktu anda mandi.  Jika anda mendapatkan kesulitan atau puting susu anda rata atau masuk kedalam, konsultasikan ke dokter anda, sehingga hal ini dapat diatasi dini untuk mencegah kesulitan nantinya.

  • Pada tahap akhir bulan kehamilan, cobalah untuk memijat lembut payudara didaerah yang berwarna gelap (aerola) dan puting susu, anda mungkin akan mengeluarkan beberapa tetes kolustrum (cairan kental bewarna kekuningan dari putting). Untuk membantu membuka saluran susu.







  • Bersihkan payudara dan puting, jangan mengunakan sabun didaerah putting dapat menyebabkan daerah tersebut kering.  Gunakan air saja lalu keringkan dengan handuk


Sumber :

             1.Ferrer,Helen.2001.Perawatan Maternitas Edisi 2.Jakarta:EGC

·        Asi Eksklusif/Keluarga Rustamaji.htm
·        Materi perawatan payudara
·        Perawatan payudara setelah melahirkan
·        www.infoibu.com
·        www.hanyawanita.com
·        Perawatan payudara referensi kesehatan