Tuesday 21 February 2012

Kanker Servik


a.   Pengertian
Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama yang dapat menyusup ke jaringan tubuh normal dan menekan jaringan tubuh normal sehingga mempengaruhi fungsi tubuh. Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, dan terletak antara rahim (uterus) dengan liang sanggama (vagina) (Diananda, 2007).
b.   Penyebab
Penyakit kanker serviks berawal dari infeksi virus yang merangsang perubahan perilaku sel serviks. Sudah dipastikan bahwa penyebab primer kanker serviks adalah HPV (human papilloma virus) (Aziz, 2006). Semua perempuan mempunyai risiko untuk terkena infeksi HPV. Sementara itu, seseorang yang terkena infeksi ini memiliki kemungkinan terkena kanker serviks hampir 20.100 kali lipat (Emilia, 2008).
c.    Faktor risiko
1)     Hubungan seksual dini (kawin usia muda)
                   Wanita yang memulai hubungan seksual pada usia muda  akan meningkatkan risiko terkena kanker serviks. Bahkan wanita yang berhubungan seksual sebelum usia 18 tahun akan berisiko terkena kanker serviks lima kali lipat (Rasjidi, 2009). Makin muda seseorang melakukan hubungan seks, makin tinggi risikonya untuk terkena kanker serviks (BKKBN, 2001).
2)     Pasangan seksual yang banyak
                   Wanita dengan pasangan seksual yang banyak akan meningkatkan risiko terkena kanker serviks (Rasjidi, 2009). Wanita pekerja seks ditemukan 4 kali lebih sering terserang kanker serviks (Bustan, 2007). Hal ini berkaitan dengan virus penyebab utama kanker serviks yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Infeksi terjadi melalui kontak langsung (Aziz, 2006).
3)     Pasangan seksual/suami tidak disunat
                   Sirkumsisi/sunat pernah dipertimbangkan menjadi faktor pelindung, tetapi sekarang hanya dihubungkan dengan penurunan faktor risiko (Rasjidi, 2009). Kanker serviks jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi) (Wiknjosastro, 2007).
4)     Karakteristik pasangan
                   Pasangan dari pria dengan kanker penis atau pasangan dari pria yang istrinya meninggal terkena kanker serviks juga akan meningkatkan risiko kanker serviks. Selain itu, studi kasus kontrol menunjukkan bahwa pasien dengan kanker serviks lebih sering menjalani seks aktif dengan pasangan yang melakukan seks berulang kali (Rasjidi, 2009).
5)     Melahirkan di usia muda
                     Semakin muda wanita memiliki anak, semakin rentan terkena kanker serviks karena serviks belum matang secara penuh dan mungkin mengalami kerusakan sel dalam proses persalinan (Evennett, 2004).
6)     Wanita yang memiliki banyak anak, apalagi jika jarak persalinan terlalu dekat
                     Kejadian kanker serviks meningkat dengan banyaknya anak, apalagi jika jarak persalinan terlampau dekat (Wiknjosastro, 2007). Kanker serviks lebih banyak ditemukan pada ibu dengan banyak anak (Bustan, 2007). Banyak anak berpeluang menimbulkan trauma pada jalan lahir. Trauma pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun juga merupakan faktor risiko kanker serviks karena perlukaan yang timbul akan menjadi tempat berkembangnya virus (Diananda, 2007).
7)     Dietilstilbesterol (DES)
                     DES adalah obat hormon yang digunakan antara tahun 1940 dan 1971 untuk beberapa wanita yang berada dalam bahaya keguguran. Anak-anak perempuan wanita yang mengkonsumsi obat ini ketika mereka hamil memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker vagina dan serviks (Nurwijaya, 2010). Menurut Azis (2006), sekarang kasus yang berhubungan dengan DES ini hampir tidak ada.

8)     Infeksi mikroba
                        Mikroba yang dapat mengganggu di daerah serviks adalah Chlamidia trachomatis, Neisseria Gonorrhoeae, Herpes Simpleks Virus (HSV), dan Trichomonas vaginalis (Aziz, 2006).
9)     Merokok
                        Ada dugaan bahwa rokok adalah faktor risiko terjadinya kanker serviks (Benson, 2009). Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau dapat dijumpai dalam lendir dari mulut rahim wanita perokok. Bahan karsinogenik ini dapat merusak  sel serviks dan bersama infeksi virus dapat mencetuskan keganasan (Rasjidi, 2009). Meningkatnya risiko juga terjadi pada perokok pasif (Aziz, 2006).
10)   Wanita yang menggunakan penekan kekebalan (imunosupresi)
                        Karena hubungannya yang erat dengan infeksi HPV, wanita yang mendapat atau menggunakan penekan kekebalan (immunosupresive) berisiko menderita kanker serviks (Aziz, 2006).
11)   Kontrasepsi oral/pil KB
                        Pil kontrasepsi oral diduga akan menyebabkan kekurangan asam folat (Aziz, 2006). Pil juga dapat menurunkan kekebalan alami terhadap infeksi (Evennett, 2004).
12)   Pola makan kurang buah dan sayuran
                        Beberapa penelitian memberikan kesan kekurangan asam folat dan vitamin A meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks. Sayuran dan buah-buahan jelas-jelas mengandung vitamin seperti vitamin C, E, dan betakaroten yang berfungsi sebagai antioksidan (Diananda, 2007). Konsumsi vitamin A, C, dan E dipercaya  akan memproteksi daerah serviks. Cislycopene yang banyak terdapat dalam sayuran akan mengurangi HPV DNA risiko tinggi yang persisten sebanyak 50% (Aziz, 2006).
13)   Wanita di kelas sosial ekonomi rendah
                        Wanita di kelas sosioekonomi yang paling rendah memiliki faktor risiko lima kali lebih besar daripada wanita di kelas yang paling tinggi (Rasjidi, 2009). Angka kejadian kanker serviks di negara berkembang pada umumnya masih tinggi karena kendala sosial masyarakat dan ekonomi. Kendala sosial masyarakat berkaitan dengan konsep “tabu”. Seperti kita ketahui kanker serviks merupakan kanker yang menyerang bagian sensitif dan tertutup perempuan. Bukan hal yang mudah untuk mendorong perempuan membuka diri dan mengizinkan pemeriksaan dilakukan. Apalagi kalau itu dilakukan oleh dokter atau paramedis laki-laki. Bagi masyarakat dengan pengetahuan yang cukup, maka tidak akan menjadi masalah. Tetapi bagi masyarakat pedesaan bahkan pedalaman yang tingkat pengetahuannya masih kurang, hal tersebut bisa menjadi sebuah masalah. Selain itu, aspek kepercayaan masyarakat terhadap dokter/paramedis masih belum merata. Kendala ekonomi atau pembiayaan berkaitan dengan pemeriksaan dini kanker serviks atau skrining yang  memerlukan biaya tidak murah. Di negara berkembang alokasi dana untuk itu masih terbatas sehingga menghambat pelayanan gratis skrining bagi masyarakat. Akibatnya, kanker serviks biasanya diketahui setelah memasuki stadium lanjut (Emilia, 2008).
                        Selain itu, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah memiliki higiene seksual yang jelek (Wiknjosastro, 2007). Golongan sosial ekonomi rendah juga mengalami kekurangan protein/vitamin sehingga memudahkan infeksi (Manuaba, 2001).
14)   Paparan bahan tertentu dalam pekerjaan
                        Sekarang ini, ketertarikan difokuskan pada pria yang pasangannya menderita kanker serviks. Diperkirakan bahwa paparan bahan tertentu dari suatu pekerjaan (debu, logam, bahan kimia, tar, atau oli mesin) dapat menjadi faktor risiko kanker serviks (Rasjidi, 2009).
15)   Stress
                        Stress menghambat kemampuan untuk menghadapi penyakit, dan selalu disebut berhubungan dengan kanker. Ini terjadi karena ketika dalam keadaan stress, ketahanan tubuh menurun dan sel-sel lebih rentan terhadap penyakit (Evennett, 2004).
d.    Tanda gejala
1)    Keluar cairan agak banyak dari alat kelamin dan kadang disertai bercak darah : merupakan tanda dini kanker serviks dan umumnya tanda yang sangat minimal ini sering diabaikan oleh penderita.
2)    Keputihan yang semakin lama semakin berbau busuk : merupakan gejala yang paling sering ditemukan.
3)    Keluar darah setelah melakukan hubungan seksual : makin bertumbuhnya penyakit, perdarahan menjadi semakin banyak, lebih sering, dan berlangsung lebih lama.
4)    Perdarahan spontan : pada tingkat klinik yang lebih lanjut (stadium II atau III).
5)    Anemia : sebagai akibat perdarahan yang berulang.
6)    Nyeri yang menjalar ke pinggul atau kaki : pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar dari serviks dan melibatkan jaringan di rongga panggul.
7)    Nyeri saat kencing, perdarahan saat buang air besar, sampai sulit kencing dan buang air besar : menandakan keterlibatan saluran kencing dan syaraf di sekitarnya.
8)    Bengkak pada tungkai bawah dan tidak bisa kencing
9)    Kehilangan berat badan

e.    Penyebaran
1)    Merambat ke bawah : menjalar ke liang senggama (vagina) sampai ke alat kelamin bagian luar
2)    Merambat ke atas : menembus dinding rahim, menyebar di dalam rahim
3)    Menekan saluran kencing dan anus
4)    Mengikuti aliran limfe dan aliran darah, menyebar dalam pembuluh limfe dan pembuluh darah
5)    Pada stadium lanjut dapat menyebar ke paru, hati, ginjal, tulang, otak, kulit, dan bagian lain.

Untuk Deteksi Dini akan dibahas lain kali ya ... 

Monday 20 February 2012

Memandikan Bayi

1.      Memandikan Bayi
a.       Pengertian Memandikan Bayi
Memandikan adalah suatu cara membersihkan tubuh seseorang dengan cara menyiram, merendam diri dalam air (Choirunisa, 2009).
b.      Tujuan Memandikan Bayi
Tujuan dari memandikan bayi untuk membersihkan tubuh bayi (Huliana, 2003)
c.       Waktu yang Tepat untuk Memandikan Bayi
Sebaiknya memandikan bayi ditunda sedikitnya dalam 6 jam setelah kelahiran bayi. Memandikan bayi dalam beberapa jam pertama kehidupan dapat mengarah pada kondisi hipotermi dan sangat membahayakan keselamatan bayi. (Farrer, 1999). 
Dalam minggu minggu pertama bayi cukup mandi satu kali sehari dipagi hari. Jika perlu sore hari cukup dibersihkan dari kulit yang basah atau keringat. (Huliana, 2003).
Jadwal mandi bayi tidak sebanyak orang dewasa. Jika telah dilakukan pembersihan yang baik di tempat-tempat tertentu saat mengganti popok atau menyusui, sebenarnya bayi tidak perlu dimandikan  setiap hari. Ibu hanya perlu selalu membersihkan wajah, leher, dan bokong dengan handuk atau busa basah. Jika memungkinkan, anda boleh memandikan bayi setiap hari,terutama jika cuaca panas (Danuatmaja, 2003). Tidak ada waktu yang tepat kapan bayi  harus dimandikan. Namun, memandikan bayi sebelum tidur dapat membuatnya rileks sehingga memudahkannya tidur. Hindari memandikan bayi sebelum atau sesudah makan karena perut yang tertekan akan membuatnya mumtah. Sebenarnya hanya dua hal yang perlu diperhatiakan saat merencanakan kapan waktu memandikan bayi,yaitu:
1)      Sebelum menyusui biasanya lebih baik daripada sesudahnya.
2)      Mandi diikuti menyusui membantu bayi tidur nyenyak. 
d.      Memandikan Bayi yang Benar
Memandikan bayi yang benar adalah suatu cara membersihkan tubuh bayi dengan air dengan cara menyiram, merendam diri dalam air berdasarkan urut-urutan yang sesuai (Choirunisa, 2009).

Personal higiene dan pakaian selama kehamilan

Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
Macam - macam Personal Hygiene :
1.      Perawatan kulit kepala dan rambut
2.      Perawatan mata
3.      Perawatan hidung
4.      Perawatan telinga
5.      Perawatan kuku kaki dan tangan
6.      Perawatan genetalia
7.      Perawatan kulit seruruh tubuh
8.      Perawatan tubuh secara keseluruhan
Tujuan Personal Hygiene :
1.      Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
2.      Memelihara kebersihan diri seseorang
3.      Memperbaiki personal hyiene yang kurang
4.      Mencegah penyakit
5.      Menciptakan keindahan
6.      Meningkatkan rasa percaya diri
Personal Hygiene tidak boleh kita sepelekan. Mandi dua kali sehari menggunakan sabun, membersihkan organ genetalia cukup dengan air biasa, menggosok gigi, menjaga kebersihan kulit, memotong kuku, keramas, membersihkan hidung dan telinga setiap pagi, kebersihan mata tidak boleh kita lupa. Perawatan genetalia harus lebih diperhatikan pada saat hamil. Karena pada saat hamil, kondisi genetalia menjadi tempat berkembang kuman yang sangat baik jika kita tidak mengindahkan kebersihannya.
Kebiasaan masyarakat yang sering menggunakan pembersih vagina perlu kita pertanyakan lagi. Mengapa ? Beberapa penelitian melaporkan praktik vaginal douching dapat meningkatkan risiko kejadian Penyakit Menular Seksual (PMS) dan Pelvic Inflammatory Disease (Yayasan Abdi Asih: 1996, dan Joesoef dkk.: 1993).  Penelitian yang dilakukan Joesoef dkk (1993) pada 599 ibu hamil, melaporkan adanya hubungan  praktik douching dengan kejadian PMS.  Douching dengan air saja setelah hubungan seks tidak berhubungan dengan PMS, tetapi resiko PMS akan  meningkat sebesar 2,6 kali lebih tinggi jika menggunakan air dan sabun, atau dengan daun sirih maupun produk komersil. 
Hal ini disebabkan karena keseimbangan kimiawi vagina sangat sensitive dan cara yang terbaik adalah membiarkan vagina melakukan proses pembersihan sendiri yaitu dengan cara sekresi (pengeluaran) mucus (TopicGuide.com, 2000).  Perlu ditekankan bahwa menggunakan air saja lebih aman dibandingkan dengan menggunakan obat-obatan atau bahan-bahan komersil di pasaran karena akan mempengaruhi pertumbuhan flora dalam vagina yang akan meningkatkan risiko infeksi apalagi pada kehamilan. Cukup membersihkan vagina dengan air biasa dan mengeringkannya dengan handuk kering tentunya. Jangan biarkan vagina dalam keadaan lembab.
Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hyiene
1.         Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi adalah gangguan integritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga, dan gangguan fisik pada kuku bahkan infeksi pada organ genetalia yang dapat membahayakan nyawa janin misal terinfeksi Pelvic Inflammatory Disease.
2.         Dampak Psikososial
Masalah social yang berhubungan dengan Personal Hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

Dismenorea

1
a.    Pengertian
1)    Dismenorea atau nyeri haid merupakan gejala, bukan penyakit. Gejalanya terasa nyeri di perut bagian bawah. Pada kasus dismenorea berat, nyeri terasa sampai seputaran panggul dan sisi dalam paha. Nyeri terutama pada hari pertama dan kedua menstruasi. Nyeri akan berkurang setelah keluar darah menstruasi yang cukup banyak (Manuaba, 1999).
2)    Dismenorea adalah nyeri saat haid yang terasa di perut bagian bawah dan muncul sebelum, selama atau setelah menstruasi. Nyeri dapat bersifat kolik atau terus menerus. Dismenorea timbul akibat kontraksi disritmik lapisan miometrium yang menampilkan satu atau lebih gejala mulai dari nyeri ringan hingga berat pada perut bagian bawah, daerah pantat dan sisi medial paha (Badziad, 2003).
3)    Dismenorea atau nyeri haid adalah gejala-gejala ginekologik yang paling sering dijumpai. Bahkan wanita-wanita dengan dismenorea cenderung untuk mendapat nyeri haid rekurens secara periodik yang menyebabkan pasien mencari pengobatan darurat (Greenspan, Baxter, 2000).

b.    Jenis Dismenorea
Berdasarkan jenis nyerinya, dismenorea dibagi menjadi:
1)    Dismenorea Spasmodik
Dismenorea spasmodik yaitu nyeri yang dirasakan dibagian bawah perut dan berawal sebelum masa haid atau segera setelah masa haid mulai. Beberapa wanita yang mengalami dismenorea spasmodik merasa sangat mual, muntah bahkan pingsan. Kebanyakan yang menderita dismenorea jenis ini adalah wanita muda, akan tetapi dijumpai pula kalangan wanita berusia di atas 40 tahun yang mengalaminya (Mansjoer, 2001).
2)    Dismenorea Kongestif
Dismenorea kongestif yaitu nyeri haid yang dirasakan sejak beberapa hari sebelum datangnya haid. Gejala ini disertai sakit pada buah dada, perut kembung, sakit kepala, sakit punggung, mudah tersinggung, gangguan tidur dan muncul memar di paha dan lengan atas. Gejala tersebut berlangsung antara dua atau tiga hari sampai kurang dari dua minggu sebelum datangnya menstruasi
Berdasarkan ada tidaknya penyebab yang dapat diamati, dismenorea dapat dibagi menjadi:
1)    Dismenorea Primer
Dismenorea primer yaitu nyeri haid yang timbul tanpa ada sebab yang dapat diketahui. Dismenorea primer terjadi sejak usia pertama kali datangnya haid yang disebabkan oleh faktor intrisik uterus dan berhubungan erat dengan ketidak seimbangan hormon steroid seks ovarium, yaitu karena produksi hormon prostaglandin yang berlebih pada fase sekresi yang menyebabkan perangsangan pada otot-otot polos endometrium (Badziad, 2003).
2)    Dismenorea sekunder
Dismenorea sekunder terjadi karena adanya kelainan pada organ genetalia dalam rongga pelvis. Dismenorea ini disebut juga sebagai dismenorea organik, dapatan (akuisita) atau ekstrik. Kelainan ini dapat timbul setiap saat dalam perjalanan hidup wanita, contohnya pada wanita dengan endometriosis atau penyakit peradangan pelvik, penggunaan alat kontrasepsi yang dipasang dalam rahim, dan tumor atau polip yang berada di dalam rahim. Nyeri terasa dua hari atau lebih sebelum menstruasi dan nyeri semakin bertambah hebat pada akhir menstruasi (Llewellyn, 2001).

c.    Derajat dismenorea
Setiap menstruasi menyebabkan rasa nyeri, terutama pada awal menstruasi namun dengan kadar nyeri yang berbeda-beda. Dismenorea secara siklik dibagi menjadi tiga tingkat keparahan, yaitu:
1)    Dismenorea ringan
Dismenorea yang berlangsung beberapa saat dan klien masih dapat melaksankan aktifitas sehari-hari.
2)    Dismenorea sedang
Dismenorea ini membuat klien memerlukan obat penghilang rasa nyeri dan kondisi penderita masih dapat beraktivitas.
3)    Dismenorea berat
Dismenorea berat membuat klien memerlukan istirahat beberapa hari dan dapat disertai sakit kepala, migrain, pingsan, diare, rasa tertekan, mual dan sakit perut. (Manuaba, 1999).
d.    Faktor Penyebab Dismenorea
Terdapat beberapa hal yang menjadi faktor penyebab dismenorea primer, antara lain:


1)    Faktor kejiwaan
Dismenorea primer banyak dialami oleh remaja yang sedang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun psikis. Ketidak siapan remaja putri dalam menghadapi perkembangan dan pertumbuhan pada dirinya tersebut, mengakibatkan gangguan psikis yang akhirnya menyebabkan gangguan fisiknya, misalnya gangguan haid seperti dismenorea (Hurlock, 2007).
Di dunia kedokteran nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang bertujuan untuk memberikan peringatan akan adanya penyakit, luka atau kerusakan jaringan. Sehingga terjadinya pelepasan zat-zat kimia seperti histamin, serotonim, bradikadin, dan prostaglandin. Selain itu nyeri juga didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan.
Dari pengertian nyeri tersebut terlihat betapa pentingnya faktor psikis. Pada umumnya gangguan nyeri juga merupakan penderitaan batin yang diutarakan dalam suatu jenis penderitaan fisik, gangguan ini sering disebut gangguan sensorik non-organik. Gangguan sensorik non-organik berlokasi di organ genetalia.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dismenorea primer atau nyeri haid juga dapat di masukkan sebagai gangguan sensorik nonorganik (Mujaddid, 2006).
Kesiapan anak dalam menghadapi masa puber sangat diperlukan. Anak harus mengerti tentang dasar perubahan yang terjadi pada dirinya dan anak-anak sebayanya. Secara psikologis anak perlu dipersiapkan mengenai perubahan fisik dan psikologisnya. Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka anak tidak siap sehingga pengalaman akan perubahan tersebut dapat menjadi pengalaman traumatis (Hurlock, 2007).
Pengalaman tidak menyenangkan pada seorang gadis terhadap peristiwa menstruasinya menimbulkan beberapa tingkah laku patologis. Pada umumnya mereka akan diliputi kecemasan sebagai bentuk penolakan pada fungsi fisik dan psikisnya. Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka mengakibatkan gangguan menstruasi. Gangguan menstruasi yang banyak dialami adalah kesakitan pada saat menstruasi yang bersifat khas, yaitu nyeri haid atau dismenorea (Kartono K, 2006).
2)    Faktor konstitusi
Faktor konstitusi erat hubungannya dengan faktor kejiwaan sebagai penyebab timbulnya keluhan dismenorea primer, karena faktor ini menurunkan ketahanan seseorang terhadap rasa nyeri. Faktor ini seperti:
a)    Anemia
Anemia adalah defisiensi eritrosit atau hemoglobin atau dapat keduanya hingga menyebabkan kemampuan mengangkut oksigen berkurang. Sebagian besar penyebab anemia adalah kekurangan zat besi yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin, sehingga disebut anemia kekurangan zat besi. Kekurangan zat besi ini dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan baik sel tubuh maupun sel otak dan dapat menurunkan daya tahan tubuh seseorang, termasuk daya tahan tubuh terhadap rasa nyeri.
b)    Penyakit menahun
Penyakit menahun yang diderita seorang wanita akan menyebabkan tubuh kehilangan terhadap suatu penyakit atau terhadap rasa nyeri. Penyakit yang termasuk penyakit menahun dalam hal ini adalah asma dan migraine (Wiknjosastro, 1999).
3)    Faktor obstruksi kanalis servikalis
Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya dismenorea primer adalah stenosis kanalis servikalis. Pada wanita dengan uterus hiperantefleksi mungkin dapat terjadi stenosis kanalis servikalis. Akan tetapi hal ini sekarang tidak dianggap sebagai penyebab dismenorea. Banyak wanita menderita dismenorea hanya karena mengalami stenosis kanalis servikalis tanpa hiperantefleksi posisi uterus. Sebaliknya terdapat wanita tanpa keluhan dismenorea walaupun ada stenosis kanalis servikalis dan uterus terletak hiperantefleksi (Wiknjosastro, 1999).
4)    Faktor endokrin
Pada umumnya ada anggapan bahwa kejang yang terjadi pada dismenorea primer karena kontraksi uterus yang berlebihan. Faktor endokrin erat hubungannya dengan keadaan tersebut. Dari hasil penelitian Novak dan Reinolds, hormon estrogen merangsang kontraktibilitas sedangkan hormon progesteron menghambatnya. Penjelasan lain dikemukakan oleh Clitheroe dan Piteles, bahwa ketika endometrium dalam fase sekresi akan memproduksi hormon prostaglandin yang menyebabkan kontraksi otot polos.
Jika hormon prostaglandin yang diproduksi banyak dan dilepaskan di peredaran darah, maka selain mengakibatkan dismenorea juga menyebabkan keluhan lain seperti vomitus, nousea dan diarhea (Carey, 2001).
5)    Faktor pengetahuan
Dalam beberapa penelitian juga disebutkan bahwa dismenorea yang timbul pada remaja putri merupakan dampak dari kurang pengetahuannya mereka tentang dismenorea. Terlebih jika mereka tidak mendapatkan informasi tersebut sejak dini. Mereka yang memiliki informasi kurang menganggap bahwa keadaan itu sebagai permasalahan yang dapat menyulitkan mereka. Mereka tidak siap dalam menghadapi menstruasi dan segala hal yang akan dialami oleh remaja putri. Akhirnya kecemasan melanda mereka dan mengakibatkan penurunan terhadap ambang nyeri yang pada akhirnya membuat nyeri haid menjadi lebih berat. Penanganan yang kurang tepat membuat remaja putri selalu mengalaminya setiap siklus menstruasinya (Kartono K, 2006).
d. Penanganan
Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk menangani dismenorea sehingga menurunkan angka kejadia dismenorea dan mencegah keadaan dismenorea tidak bertambah berat, diantaranya:
1)    Penerangan dan nasihat
Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dismenorea primer adalah gangguan siklus menstruasi yang tidak berbahaya bagi kesehatan. Hendaknya dalam masalah ini diadakan penjelasan dan diskusi mengenai informasi dismenorea, penanggulangan yang tepat serta pencegahan agar dismenorea tidak mengarah pada tingkat yang sedang bahkan ke tingkat berat. Penerangan tentang pemenuhan nutrisi yang baik perlu diberikan, karena dengan pemenuhan nutrisi yang baik maka status gizi remaja menjadi baik.
Dengan status gizi yang baik tersebut maka ketahanan tubuh meningkat dan ganggauan menstruasi dapat dicegah. Nasehat menegenai makan bergizi, istirahat dan olah raga cukup dapat berguna dan terkadang juga diperlukan psikoterapi.
2)    Pemberian obat analgesik
Obat analgesik yang sering digunakan adalah preparat kombinasi aspirin, fenastin dan kafein. Contoh obat paten yang beredar dipasaran anatara lain ponstan, novalgin, acetaminophen dsb.
3)    Pola hidup sehat
Penerapan pola hidup sehat dapat membantu dalam upaya menangani ganggaun menstruasi, khususnya dismenorea. Yang termasuk dalam pola hidup sehat adalah olah raga cukup dan teratur, mempertahankan diit seimbang seperti peningkatan pemenuhan sumber nutrisi yang beragam.
4)    Terapi Hormonal
Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi. Tindakan ini hanya bersifat sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa gangguan benar berupa dismenorea primer, sehingga wanita dapat tetap melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan ini dapat dicapai dengan pemberian pil kombinasi dalam kontrasepsi (Wiknjosastro, 1999).
5)    Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin
Obat ini memegang peranan penting terhadap dismenorea primer. Termasuk di sini indometasin, ibu profen dan naproksen. Kurang lebih 70% penderita mengalami perbaikan. Hendaknya pengobatan diberikan sebelum haid mulai, satu sampai tiga hari sebelum haid dan pada hari pertama haid (Wiknjosastro, 1999).
Selain menurut Taruna (2003) beberapa cara di atas, ada cara pengobatan lain yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi rasa nyeri haid yaitu:
a)    Ketika nyeri haid datang, lakukan pengompresan menggunakan air hangat di perut bagian bawah karena dapat membantu merilekskan otot-otot dan sistem saraf .
b)    Meningkatkan taraf kesehatan untuk daya tahan tubuh, missal melakukan olah raga cukup dan teratur serta menyediakan waktu yang cukup untuk beristirahat. Olah raga yang cukup dan teratur dapat meningkatkan kadar hormon endorfin yang berperan sebagai natural pain killer. Penyediaan waktu dapat membuat tubuh tidak terlalu rentan terhadap nyeri.
c)    Apabila nyeri haid cukup mengganggu aktivitas maka dapat diberikan obat analgetik yang bebas dijual di masyarakat tanpa resep dokter, namun harus tetap memperhatikan efek samping terhadap lambung.
d)    Apabila dismenorea sangat mengganggu aktivitas atau jika nyeri haid muncul secara tiba-tiba saat usia dewasa dan sebelumnya tidak pernah merasakannya, maka periksakan kondisi Anda untuk mendapatkan pertolongan segera, terlebih jika dismenorea yang dirasakan mengarah ke dismenorea sekunder.
Menurut Akatri S (1996), nyeri haid dapat diatasi dengan:
a)    Melakukan posisi knee chest, yaitu menelungkupkan badan di tempat yang datar. Lutut ditekuk dan di dekatkan ke dada.
b)    Mandi dengan air hangat.
c)    Istirahat cukup untuk mengurangi ketegangan.
d)    Mengurangi konsumsi harian pada makanan dan minuman yang mengandung kafein yang dapat mempengaruhi kadar gula dalam darah.
e)    Menghindari makanan yang mengandung kadar garam tinggi.
f)     Meningkatkan konsumsi sayur, buah, daging dan ikan sebagai sumber makanan yang mengandung vitamin B6.

Odilia Giovanni
penanganan disminorea , sikap terhadap disminorea, nyeri haid ,